
Duel sengit memperebutkan bola antara Timothy Tillman (Los Angeles FC, 11) dan Liam Delap (Chelsea, tengah) di laga Piala Dunia Antarklub Grup D di Atlanta, Senin, 16 Juni 2025 (c) AP Photo/Mike Stewart
Bola.net – Liam Delap melangkah ke Stamford Bridge dengan keberanian yang tak biasa. Di usianya yang baru 22 tahun, ia langsung memilih mengenakan jersey nomor 9—angka yang selama ini dianggap membawa kutukan bagi para penyerang Chelsea. Keputusan itu bukan sekadar simbol kepercayaan diri, tapi juga pertaruhan besar dalam kariernya.
Delap bukan pemain sembarangan. Setelah mencetak 12 gol bersama Ipswich Town musim lalu, ia diboyong Chelsea pada 4 Juni 2025. Klub memicu klausul pelepasannya senilai £30 juta atau sekitar Rp619 miliar dan mengikatnya dengan kontrak berdurasi enam tahun.
Debutnya cukup menjanjikan. Meski hanya bermain 15 menit dalam laga pembuka Piala Dunia Antarklub 2025 kontra Los Angeles FC, ia menyumbang satu assist dalam kemenangan 2-0. Di balik semua itu, terselip tekad besar: mematahkan kutukan yang selama ini melekat pada angka 9 di Chelsea.
Kutukan Nomor 9: Beban yang Tak Terlihat
Nomor punggung 9 di Chelsea lebih dari sekadar angka. Ia membawa beban sejarah, reputasi yang patah, dan ekspektasi yang menumpuk. Thomas Tuchel, mantan pelatih The Blues, bahkan pernah terang-terangan menyebut nomor ini “terkutuk”.
Pemain seperti Chris Sutton, Mateja Kezman, hingga Steve Sidwell gagal meninggalkan jejak bermakna. Fernando Torres, yang didatangkan dengan harga fantastis sebesar £50 juta (sekitar Rp1,03 triliun) dari Liverpool pada 2011, pun lebih sering dikenang karena tumpulnya ketajaman di depan gawang.
Gelandang pun pernah mencoba mengenakan angka ini—tanda betapa banyak striker enggan memikul beban berat tersebut. Kini, Liam Delap berdiri di hadapan tantangan itu. Ia mencoba mengubah narasi lama, menjadi simbol harapan baru bagi Chelsea.
Dari Ipswich Menuju London: Sebuah Lompatan Berani
Musim 2024/25 menjadi titik balik dalam karier Delap. Ia tampil gemilang di kasta tertinggi bersama Ipswich Town, mencetak 12 gol meski timnya akhirnya terdegradasi. Di antara momen terbaiknya, brace ke gawang Aston Villa dan kontribusi besar saat melawan Chelsea menjadi perhatian utama.
Performa apik itu mengundang minat dari klub-klub besar. Manchester United, Newcastle, hingga Nottingham Forest sempat memantaunya. Namun, Delap memilih Chelsea, tertarik pada proyek jangka panjang dan peran pelatih Enzo Maresca dalam proses perkembangannya.
Maresca bukan sosok asing baginya. Hubungan yang terjalin sejak akademi Manchester City memberi kepercayaan tambahan. Bersama Chelsea, Delap kini bersaing ketat dengan Nicolas Jackson untuk jadi ujung tombak utama di lini depan.
Kepercayaan Maresca: Dari Akademi ke Panggung Besar
Koneksi masa lalu menjadi kekuatan yang mempertemukan Delap dan Maresca kembali. Di bawah asuhan Maresca di tim muda Manchester City, Delap pernah mencetak lebih dari 20 gol dalam semusim. Sekarang, sang pelatih percaya bahwa sang striker muda siap menaklukkan Premier League.
“Liam tahu betapa pentingnya nomor 9 di klub ini. Namun, saya melihat dia santai dan fokus sejak hari pertama,” ujar Maresca sebelum laga kontra LAFC, seperti dilansir The Guardian. Ia menilai, Delap punya karakter yang cocok untuk melampaui tekanan.
Namun, Maresca tak gegabah. Ia belum menetapkan siapa yang akan jadi penyerang utama. Baginya, tempat di starting XI bukan tentang nama atau nilai transfer, melainkan kerja keras dan performa nyata di lapangan.
Antara Kutukan dan Kebangkitan: Jalan yang Dipilih Delap
Nomor 9 adalah warisan sejarah, dan sejarah Chelsea mengenalnya sebagai angka yang tak ramah. Pierre-Emerick Aubameyang adalah pemilik terakhir nomor ini sebelum pergi tanpa jejak berarti. Nama-nama seperti Gonzalo Higuain, Radamel Falcao, hingga Alvaro Morata pun tenggelam bersama angka ini.
Hanya sedikit yang bisa bersinar, seperti Jimmy Floyd Hasselbaink dan Gianluca Vialli. Namun, kisah mereka lebih menyerupai pengecualian ketimbang aturan. Kutukan itu tetap melekat, menanti sosok yang benar-benar bisa menghapusnya.
Kini, Liam Delap berada di panggung utama. Ia datang dengan awal menjanjikan dan tekad besar. Apakah ia akan menulis kisah baru dan mengakhiri kutukan? Atau hanya menjadi satu nama lagi dalam daftar panjang kegagalan nomor 9 di Stamford Bridge? Waktu akan menjawabnya, dan musim ini menjadi lembar pertama dari kisah tersebut.